REVIEW FILM DREADOUT

DREADOUT 
(brilio.net)

Dreadout, pasti nama ini tidak asing bagi sebagian orang apalagi bagi kamu yang suka games. Yah, pada awalnya dreadout adalah sebuah games yang diprakarsai oleh Digital Happiness dan kini telah mendunia. Games dreadout yang bertema kearifan lokal (re: game horor dengan perpaduan budaya Indonesia) kemudian diadaptasi menjadi sebuah film berjudul “DREADOUT” yang disutradarai oleh Kimo Stamboel dan telah tayang mulai 3 Januari 2019 di bioskop.

Poster FilmDreadout

(gambar:  idbookmyshow.com)

DREADOUT, diawali dengan anak kecil dan ibunya yang  terlihat seperti diculik oleh sekelompok orang. Mereka berada di suatu ruangan, seseorang memaksa sang ibu untuk membaca suatu mantra. Mantra tersebut tertulis di kertas kayu ( gak tau pasti namanya) dan tulisannya hanya bisa dilihat oleh sang ibu  saja. Menurutku, adegan di intro ini tidak boleh dilewatkan agar bisa memahami kisah selanjutya dari Film ini.

Setelah intro, adegan langsung menuju 8 tahun kemudian. Diceritakan seorang siswi SMA bernama Linda yang harus melakukan kerja paruh waktu di Supermarket demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan ayahnya (dalam cerita ini sang ayah tidak diperlihatkan secara mendetail).

Adegan menegangkan berawal ketika Linda dan teman-temannya memasuki sebuah apartemen tua yang tidak terlalu jauh dari lokasi Linda bekerja. Mereka melanggar aturan untuk memasuki daerah dengan police line. Dalam kamar terlarang tersebut ditemukan sebua gambar aneh lingkaran dan ular serta  sebuah gulungan kertas yang berisi tulisan sansakerta dan satu lembaran kosong. Linda adalah satu-satunya orang yang bisa membaca tulisan tersebut.  Ya, ternyata Linda adalah anak kecil yang 8 tahun lalu diculik bersama ibunya (intro Film).

Portal penghubung

(gambar : oino.site)

Petualangan Linda dkk dimulai saat Linda membacakan isi yang tertulis di lembar kosong itu. Pola lingkaran dan ular yang terdapat di lantai kamar berubah menjadi genangan air dan mengantarkan mereka memasuki dimensi lain (jadi pola tersebut seperti gerbang penghubung). Dimensi lain tersebut adalah tempat yang angker ( menurut temenku sih katanya gerbang neraka). Ada pocoang dengan clurit (diawal Linda masuk alam tersebut) dan perempuan dengan kebaya warna merah yang merupakan musuh utama di film ini. Cara untuk menyelamatkan diri dari pocong dan si kebaya merah adalah mengarahkan flash HP (memotret berkali) ke mereka. Di bagian ini aku cukup berpikir keras. Bagaimana bisa setan itu kabur hanya dengan flash HP?. Tidak banyak setan lain yang muncul karena adegan selanjutnya berfokus pada penyelamatan diri Linda dan teman-teman dari si kebaya merah.

Di akhir cerita, mereka selamat kecuali satu orang yang tertinggal di alam tersebut karena portal penghubung yang tertutup dan tak bisa dibuka kembali.

Beberapa hal yang menjadi  pertanyaan di benakku,  apa yang terjadi sebelumnya sehingga  apartemen tua itu bisa menjadi gerbang penghubung antara alam manusia dengan alam lain.  Siapa sebenarnya orang-orang yang memaksa Ibu Linda untuk membaca mantra tersebut dan tujuannya untuk apa. Dan siapakah perempuan berkebaya merah yang nampak penuh dendam ?

Hal tersebut belum dijelaskan sepanjang film berlangsung. Semoga ada sekuel nya yang menjelaskan hal itu.

Secara keseluruhan meskipun ada bagian yang memang sepertinya sengaja digantung,  film ini cukup baik dan seru untuk ditonton. Musiknya juga sangat mendukung . Untuk akting,  pemeran Linda (Caitlin Halderman) karena memang dari awal dia yang menjadi fokus utam dari cerita. Kalau kalian mencari film horor dengan penampakan hantu yang tidak begitu banyak dan rupa yang tidak terlalu seram maka Dreadout recomended banget. Eh, mungkin pocong di awal agak serem ya tapi sekali aja kok munculnya.

Yak, sekian sekilas tentang Film Dreadout. Berkat Film ini, aku jadi berniat untuk download gamenya hahaha.

Buat yang penasaran pocongnya kayak gimana, nih aku kasih fotonya wkwk

(source : Screenplay Film)

 

G

M

T

Y

Detect languageAfrikaansAlbanianAmharicArabicArmenianAzerbaijaniBasqueBelarusianBengaliBosnianBulgarianCatalanCebuanoChichewaChinese (Simplified)Chinese (Traditional)CorsicanCroatianCzechDanishDutchEnglishEsperantoEstonianFilipinoFinnishFrenchFrisianGalicianGeorgianGermanGreekGujaratiHaitian CreoleHausaHawaiianHebrewHindiHmongHungarianIcelandicIgboIndonesianIrishItalianJapaneseJavaneseKannadaKazakhKhmerKoreanKurdishKyrgyzLaoLatinLatvianLithuanianLuxembourgishMacedonianMalagasyMalayMalayalamMalteseMaoriMarathiMongolianMyanmar (Burmese)NepaliNorwegianPashtoPersianPolishPortuguesePunjabiRomanianRussianSamoanScots GaelicSerbianSesothoShonaSindhiSinhalaSlovakSlovenianSomaliSpanishSundaneseSwahiliSwedishTajikTamilTeluguThaiTurkishUkrainianUrduUzbekVietnameseWelshXhosaYiddishYorubaZulu

AfrikaansAlbanianAmharicArabicArmenianAzerbaijaniBasqueBelarusianBengaliBosnianBulgarianCatalanCebuanoChichewaChinese (Simplified)Chinese (Traditional)CorsicanCroatianCzechDanishDutchEnglishEsperantoEstonianFilipinoFinnishFrenchFrisianGalicianGeorgianGermanGreekGujaratiHaitian CreoleHausaHawaiianHebrewHindiHmongHungarianIcelandicIgboIndonesianIrishItalianJapaneseJavaneseKannadaKazakhKhmerKoreanKurdishKyrgyzLaoLatinLatvianLithuanianLuxembourgishMacedonianMalagasyMalayMalayalamMalteseMaoriMarathiMongolianMyanmar (Burmese)NepaliNorwegianPashtoPersianPolishPortuguesePunjabiRomanianRussianSamoanScots GaelicSerbianSesothoShonaSindhiSinhalaSlovakSlovenianSomaliSpanishSundaneseSwahiliSwedishTajikTamilTeluguThaiTurkishUkrainianUrduUzbekVietnameseWelshXhosaYiddishYorubaZulu

Text-to-speech function is limited to 200 characters

Options : History : Feedback : Donate

Close